Abdul Rivai, Bapak Jurnalistik Indonesia
Surat Kabar Pewarta Deli tanggal 9 Oktober 1930 menuliskan bahwa pria ini adalah bapak dalam golongan jurnalistik, atau bisa disebut sebagai Bapak Jurnalistik Indonesia. Abdul Rivai, pria kelahiran Agam, Sumatera Barat, 13 Agustus 1871 ini menjadi dokter pertama yang menimba ilmu di negeri Belanda. Karena kepeduliaannya pada pendidikan bagi kaum pribumi di Hindia Belanda, beliau banyak menuliskan opininya di artikel-artikel koran di Belanda.
Dalam koran Algemeen Handelsblad, Abdul Rivai menulis seri artikel dengan judul “Kepercayaan Orang Pribumi di Hindia”, yang isinya adalah pendapat bahwa bumiputera berhak mendapatkan buku-buku berbahasa melayu yang bermanfaat agar dapat mendorong mereka belajar dan berpikir kritis. Karena dari belajar inilah yang bisa membuat mereka ke arah kemajuan. Ketika masih di perantauan di negeri Belanda, tahun 1899, Abdul Rivai mendirikan surat kabar Pewarta Wolanda. Seluruh artikel di dalamnya ditulis dengan Bahasa Melayu. Tujuan didirikan surat kabar ini adalah untuk menyebarkan pengetahuan tentang Negeri Belanda di Hindia agar kedua bangsa ini saling mengenal dan lebih dekat. Sayangnya surat kabar ini hanya bertahan selama dua tahun saja.
Setelah itu ia mendirikan Bendera Wolanda, bekerja sama dengan jurnalis Belanda namun usia surat kabar ini tidak terlalu lama, karena artikel yang diterbitkan dianggap terlalu sensitif. Satu hal yang perlu kita contoh, adalah semangat beliau untuk menyuarakan aspirasinya tak pernah padam. Hingga akhirnya di tahun 1902, ia bisa mendirikan majalah Bintang Hindia yang didukung oleh bantuan Kementerian Urusan Jajahan Hindia Belanda. Majalah ini terbit di Belanda yang direncanakan untuk mendorong persamaan hak atas ide-ide kemajuan serta memperkuat kesadaran diri orang-orang Bumiputera di Hindia Belanda. Majalah ini sasarannya adalah kalangan masyarakat Bumiputera, Tionghoa, dan Arab sebagai komunitas pembaca, yang menginginkan informasi tentang keadaan di Negeri Belanda. tulisannya beragam, dari isu pendidikan, kondisi orang-orang Indonesia di Belanda, juga laporan peristiwa terkini, misalnya sedang terjadi perang, dan lain sebagainya.
Majalah Bintang Hindia ini adalah pemikiran dari Abdul Rivai. Isinya mempengaruhi kesadaran politik kaum pribumi yang terpelajar. Kesadaran kolektif inilah yang kemudian menjadi cikal bakal kemunculan kesadaran nasional Indonesia. Melalui majalah ini, Abdul Rivai juga berkesempatan untuk menguraikan gagasan-gagasannya tentang Bahasa Melayu. Buah pena dari Abdul Rivai menginspirasi para cendekiawan bumiputera.
Majalah Bintang Hindia dikenal sebagai majalah bergambar dengan kualitas bagus, ilustrasinya indah, bahasa yang beradab, dan isi yang mengandung edukasi membuat Bintang Hindia sukses hingga mempunyai pelanggan sebanyak 27 ribu di akhir tahun 1904. Majalah ini juga membuka kantor di Bogor. Bintang Hindia menjadi majalah yang bisa dibaca di tiap sekolah pribumi di Hindia Belanda di waktu itu, menjadi media informasi yang menyemangati penduduk bumiputera untuk belajar ke Belanda juga. Majalah ini terakhir terbit pada 15 Juni 1907.
Tahun 1918, ia terpilih sebagai anggota Volksraad, parlemen di Belanda. Ia terus menyuarakan pendapatnya untuk kepentingan kaum pribumi. Dalam pidato-pidatonya, ia kerap mengemukakan pentingnya pendidikan sebagai sebuah persoalan sosial yang penting dan mendesak. Menurutnya, selama ini lembaga pendidikan hanya dibentuk untuk memenuhi kebutuhan birokrasi saja, bukan untuk memajukan penduduk lokal.
Abdul Rivai terus menuntut ilmu kedokteran disamping ia menulis gagasannya melalui dunia pers. Ia pergi ke negara-negara Eropa dan Amerika, dan di sepanjang perjalanannya beliau mengirim tulisan-tulisan yang berguna bagi kemajuan Tanah Air dan bangsanya. Beliau mengabdikan dirinya dalam jagad kewartawanan di sepanjang kehidupannya sebagai dokter, tulisannya sangat radikal menghantam kekejian dan kekejaman pihak penjajah tetapi juga berisi anjuran-anjuran politik untuk kemajuan bangsa Indonesia.
Kesehatan Abdul Rivai mulai menurun dan tahun 1926 ia ke Swiss untuk berobat, namun tetap menyempatkan diri untuk bertemu dengan para pelajar Indonesia yang sedang di Eropa. Selain menolong mereka, Abdul Rivai juga menuliskan kondisi para mahasiswa ini dan diterbitkan di Surat Kabar Tjahaja Hindia. Ia juga menulis artikel di Bintang Timoer, yang kemudian dikumpulkan dan diterbitkan menjadi buku dengan judul Student Indonesia.
Tahun 1932, Abdul Rivai kembali ke Hindia Belanda dan membuka klinik pengobatan di Tanah Abang, Batavia. Sembari membuka praktik sebagai dokter ini, ia terus menulis artikel di berbagai surat kabar. Karena kondisi fisik yang sudah tidak muda lagi dan karena menderita berbagai penyakit, Abdul Rivai kemudian pindah ke Bandung dan meninggal disana pada 1933.
Abdul Rivai disebut sebagai Bapak Jurnalistik Indonesia dan peletak dasar jurnalistik Indonesia. Aktivitas jurnalistiknya berkontribusi bagi Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya. Pada tahun 1974 Pemerintah Republik Indonesia memberikan gelar Perintis Pers kepada beliau.
-----
Artikel ini ditulis oleh Rosita Budi Suryaningsih
-----
Daftar Pustaka
Fachrurozi, Miftahul Habib, dkk. (2017). “The Abdul Rivai’s Thought of Nationalism in the Bintang Hindia Newspaper”. International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding. 4 (6).
Habib F., Miftahul. (2017). “Pers dan Bangkitnya Kesadaran Nasional Indonesia pada Awal Abad XX”. Istoria, 12 (2).
Kurniawati, Asti. (2024). “Bintang Hindia”. Ensiklopedia Sejarah Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Takarir di Museum Penerangan
0 Comments:
Leave A Reply